SELAMAT DATANG DI BLOG LI 'ALAI MARDHOTILLAH (AL-ALAMAH IMAM AHMAD ZAELANI S)

Orang-orang yang paling Berbahagia tidak selalu memiliki yang terbaik. Mereka hanya berusaha menjadikan yang terbaik dari setiap yang hadir dalam hidupnya. Syukurilah apa yang sudah kita miliki dan merasa cukup atas setiap pemberiannya, Karena ini dalah kunci kebahagiaan

Minggu, 13 Februari 2011

Definisi Obligasi Syari'ah

Menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, Obligasi Konvensional yaitu “Surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada priode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo”. Sedangkan Obligasi syariah berbeda dengan obligasi konvensional. Semenjak ada konvergensi pendapat bahwa bunga adalah riba, maka instrumen-instrumen yang punya komponen bunga (interest-bearing instruments) ini keluar dari daftar investasi halal. Karena itu, dimunculkan alternatif yang dinamakan obligasi syariah.

Selama ini investasi pada pasar modal adalah obligasi yang dikeluarkan perusahaan (emiten) sebagai surat berharga jangka panjang. Obligasi ini bersifat utang dengan memberikan tingkat bunga (kupon) kepada investor (pemegang obligasi) pada saat jatuh tempo. Bentuk investasi ini dirasakan belum mampu memenuhi kebutuhan sebagian investor di Indonesia. Atas dasar itu, praktisi pasar modal di Indonesia berkeinginan kuat untuk meluncurkan produk investasi obligasi berdasar konsep syariah. Konsep ini mempunyai prinsip memberikan penghasilan bagi investor. Penghasilan ini berasal dari bagi hasil usaha tersebut.
Obligasi Syariah Mudharabah ditawarkan dengan ketentuan yang mewajibkan emiten untuk membayar kepada pemegang obligasi tersebut sejumlah pendapatan bagi hasil dan membayar kembali dana Obligasi Syariah Mudharabah pada tanggal jatuh tempo. Pendapatan bagi hasil dibayarkan setiap periode tertentu (3 bulan, 6 bulan, atau setiap tahun). Besarnya pendapatan bagi hasil dihitung berdasarkan perkalian antara nisbah pemegang Obligasi Syariah Mudharabah dengan pendapatan yang dibagihasilkan, yang besarnya tercantum dalam laporan keuangan konsolidasi emiten triwulanan yang terakhir diterbitkan sebelum tanggal pembayaran pendapatan bagi hasil yang bersangkutan. Pembayaran pendapatan bagi hasil kepada masing-masing pemegang obligasi akan dilakukan secara proporsional sesuai dengan porsi kepemilikan obligasi syariah yang dimiliki dibandingkan dengan jumlah dana obligasi syariah yang belum dibayarkan kembali.
Berdasarkan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, “Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syari’ah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syari’ah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo”.
Untuk menerbitkan Obligasi Syariah, ada beberapa kriteria persyaratan yang harus dipenuhi oleh emiten, yaitu:
(1) Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tersebut menjelaskan bahwa jenis kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah Islam di antaranya adalah:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional
b. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan minuman haram.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudharat.
(2) Peringkat Investment Grade:
a. memiliki fundamental usaha yang kuat;
b. memiliki fundamental keuangan yang kuat;
c. memiliki citra yang baik bagi publik
(3) Keuntungan tambahan jika termasuk Korporasi atau Institusi Syariah yang terdaftar dalam komponen Jakarta Islamic Index.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar